Pages

Pages

Mbah Kiai Mangli pengerak Perjuangan Bangsa

Share


Di masa bocah dahulu kala, biyung tuwo alias nenek sering berkisah tentang ulama kenamaan yang kondang kaloka tidak saja di wilayah Magelang, tetapi ing sak indenging Nuswantara. Konon katanya Mbah Mangli, demikian biyung dan para sesepuh menyebutnya, merupakan sosok alim ulama yang sakti mandraguna. Tidak saja alim di dalam ilmu agama, Mbah Mangli juga memiliki kasekten ilmu melipat bumi. Dengan kasekten ini, Beliau dapat mencapai suatu tempat hanya dalam waktu sakedeping mripat, alias dalam hitungan detik.
Di masa silam kemajuan teknologi masih sangat terbatas. Dakwah dalam bentuk pengajian masih dilakukan secara tatap muka langsung dari langgar ke langgar, atau dari satu masjid ke masjid yang lain dalam acara pengajian. Masyarakat Jawa seringkali mengagendakan pengajian dalam siklus waktu tertentu, semisal setiap tiga puluh lima hari sekali yang dikenal dengan istilah selapanan. Ada juga pengajian yang diadakan setiap sepasar atau sepekan sekali. Ada juga yang rutin digelar setiap mingguan. Pengajian biasanya dikemas untuk kalangan umum, maupun untuk kalangan khusus.

Dalam pengajian umum atau akbar, tema kajian seputar ibadah mahdzah, mulai bertaharah, shahadat, tata cara sholat, puasa, zakat, infaq dan sedekah, hingga tata cara penyelenggaraan jenazah dan hukum waris. Karena yang menghadiri pengajian biasanya kalangan awam, maka tema ibadah mahdzah dan muammalah merupakan porsi terbesar yang disampaikan para Mbah Kiai. Adapun pengajian yang bersifat lebih khusus adalah kejian yang diperuntukkan para santri atau kaum terpelajar. Ilmu yang dibahas semisal bahasa Arab, nahwu sharaf, balaghah, kalam, hingga tasawuf.

Demikian halnya dengan dakwah Mbah Mangli. Secara khusus Mbah Mangli mendidik para santrinya di sebuah pesantren sederhana di lereng gunung Andong. Tempat pesantren itulah yang kemudian dikenal sebagai desa Mangli yang terletak di perbatasan kecamatan Grabag dan Ngablak, kurang lebih 25 km arah timur laut kota Magelang. Mbah Mangli merupakan salah satu penganut tarekat Nahsyabandiyyah.

Di bawah bayang pohon pinus dengan kesejukan hawa dingin pegunungan dan dalam suasana hening diharapkan para santri dapat membiasakan diri berpikir dengan kepala dingin, bukan dengan ledakan nafsu dan amarah. Kejernihan mata air Mangli dipercaya dapat menjernihkan hati dan pikiran para santri agar mampu menjadi manusia yang jernih dalam berpikir, berucap dan bertindak sesuai dengan ajaran Kanjeng Nabi Muhammad. Ketenaran pesantren Mangli menebar ke seantero Nusantara. Hal ini terbukti dengan beragam asal usul para santri yang menuntut ilmu. Santri dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Pasundan, Sumatera hingga Kalimantan, bahkan Sulawesi banyak yang kerasan berguru kepada Mbah Mangli.

Selain mendidik ummat lewat pesantren, Mbah Mangli juga aktif melakukan dakwah dan syiar agama Islam ke berbagai wilayah. Di desa Mejing wilayah kecamatan Candimulyo, bahkan Mbah Mangli secara khusus menggelar pengajian rutin bertempat di sebuah langgar atau surau yang dikenal sebagai langgar Linggan. Berbagai kalangan ummat Islam datang berbondong-bondong untuk mendengarkan nasehat dan petuah kiai kharismatik tersebut dengan penuh kekhidmatan.

Pengajian di masa lalu memang hampir tanpa sentuhan teknologi canggih seperti jaman sekarang. Jangankan peralatan perekam maupun dokumentasi foto, sekedar pengeras suarapun masih jarang bisa dijumpai. Kita bisa bayangkan seperti apakah suasana pengajian akbar tanpa pengeras suara? Namun inilah salah satu kasekten Mbah Mangli sebagaimana diceritakan ibu saya. Konon meskipun tanpa pengeras suara, seluruh jamaah pengajian yang hadir di tempat pengajian, apakah di sebuah masjid ataupun di sebuah lapangan terbuka, selalu dapat mendengar tausiyah Mbah Mangli dengan jelas dan terang. Meskipun jumlah jamaah ratusan, bahkan ribuan orang, dari berbagai posisi yang dekat hingga terjauh dapat mendengar suara Mbah Mangli.

Konon lagi pada saat pengajian bubar, selepas mengucap salam penutup, Mbah Mangli langsung dapat berjalan dengan kecepatan kilat meninggalkan arena pengajian untuk berpindah medhar sabdo di tempat lain. Konon pula Mbah Mangli setiap hari Jumat selalu ngrawuhi sholat Jumat di Masjidil Haram. Inilah yang disebut sebagai ilmu melipat bumi, dalam sakedeping mata bisa berpindah tempat di berbagai penjuru dunia.

Keistimewaan Mbah Mangli yang lain, ia dapat mengetahui maksud setiap jamaah yang datang, apa permasalahan mereka dan langsung dapat memberikan nasehat dengan tepat sasaran. Pernah seorang jamaah datang ke pengajian dengan membawa uang ibunya yang semestinya dipergunakan untuk kebutuhan rumah tangganya. Di tengah pengajian, Mbah Mangli langsung menyindir orang tersebut dan menasehatinya agar uang tersebut dikembalikan dan ia segera memohon maaf kepada ibunya tersebut.

Pernah juga seorang tamu datang ke pesantren Mbah Mangli. Sejak dalam perjalanan sang tamu tersebut sudah membayangkan mendapatkan suguhan buah jeruk yang sangat ranum dan menghilangkan rasa dahaganya selepas menempuh perjalanan jauh. Dan sesampainya di tempat Mbah Mangli, apa yang ia dapatkan? Mbah Mangli benar-benar menyuguhinya dengan hidangan jeruk keprok yang sangat segar. Pucuk dicinta ulampun tiba!

Sifat istikomah Mbah Mangli dalam menyikapi perkembangan teknologi tergolong sangat unik. Beliau tidak pernah menggunakan pengeras suara maupun peralatan listrik dalam setiap kegiatan di pondok pesantrennya. Dalam acara pengajian maupun khotbah jumat tidak pernah ada pengeras suara, hal ini masih tetap dilestarikan hingga kini. Penggunaan listrik hanya terbatas untuk penerangan kegiatan belajar mengajar. Adapun radio dan televisi, apalagi handphone dan internet, sama sekali tidak menyentuh pesantren Mbah Mangli. Kini sosok Mbah Kiai Mangli memang sudah wafat. Namun pengajian Ahad pagi yang digelar di pesantren beliau tetap berlangsung rutin di bawah asuhan salah seorang menantu beliau, dan masih ratusan jamaah hadir menimba ilmu.

Di jaman itu memang seorang kiai benar-benar diyakini sangat karib dengan Gusti Allah, sehingga ia benar-benar berkedudukan sangat istimewa bahkan dipercaya sebagai waliyullah. Maka tak heran doa seorang ulama kharismatik dipercaya sangat makbul dan mujarab. Inilah barangkali magnet daya tarik sehingga ummat mau mendekat, mendengar setiap nasihat penuh khidmat, dan kemudian berujung kepada pengamalan ajaran agama dengan penuh kemantapan rasa iman dan ketaqwaan. Inilah kunci ketentraman jiwa, lahir dan batin yang akan berdampak luas terhadap ketentraman serta keguyuban masyarakat, bangsa dan negara.

Mbah Mangli yang memiliki nama asli KH Hasan Ashari akan senantiasa dikenang segala amalan dan jasa baiknya terhadap kemaslakhatan ummat. Segala sifat dan sikap ketawadhuan, kealiman, kesederhanaan, jujur, amanatnya seorang Mbah Mangli akan senantiasa menjadi obor penerang sekaligus cahaya pelita petunjuk jalan bagi segenap ummat yang senantiasa mendambakan keadilan dan ketentraman masyarakat, bangsa dan negara. Spirit dan semangat Mbah Mangli akan selalu hidup abadi du dunia hingga akhir jaman. Apakah kini memang menjelang jaman akhir sehingga Allah mengangkat ilmu-Nya dari permukaan bumi dengan mewafatkan para aulia dan alim ulama yang benar-benar menjadi pewaris para nabi?

0 komentar:

Posting Komentar

 
suket teki © 2011 | Template by Blogger Templates Gallery collaboration with Life2Work

Selamat Datang Di Santri BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama suket teki,belajar hidup sesuai kehendak allah mari inggat allah untuk mengenal yang Maha Hidup

Go